Minggu, 10 Juli 2016

(Pengalaman Prakondisi SM-3T) ~ 18 Agustus 2015 ~ Romansa Singkat Bersama Para Sahabat

#Latepost
#SatuTahunyangLalu
#CuplikanNovelMenembusBatasku


(Pengalaman Prakondisi SM-3T)
 

18 Agustus 2015
Romansa Singkat Bersama Para Sahabat

Dua minggu prakondisi telah berlalu. Hotel Kusma Bandungan masih menyisakan romansanya yang singkat. Dua minggu seakan tak cukup untuk membuat berbagai kenangan manis selama prakondisi. Prakondisi adalah acara yang diadakan untuk melatih kesiapan peserta SM-3T dalam melaksanakan tugasnya di daerah terpencil nanti. Untuk SM-3T Unnes angkatan V, prakondisi dilaksanakan pada tanggal 3-17 Agustus 2015 di Hotel Kusma, Kawasan Wisata Bandungan, Semarang.
Sebelumnya aku telah mencari info di internet tentang acara ini di tahun sebelumnya. Banyak yang bercerita dan mereka mengungkapkan bahwa acara ini cukup menantang. Mereka diharuskan mengikuti kegiatan di barak TNI, makan minum ala TNI yang harus habis dalam waktu yang singkat. Berbagai kegiatan yang keras juga mereka ceritakan dalam blog mereka. Aku sempat merasa risau, tetapi aku harus terus melangkah ke depan!
Kenyataan yang kudapat tidak sepenuhnya sama dengan apa yang kubaca di internet. Prakondisi memang mempunyai beberapa hal yang cukup berat, namun tidak semuanya seperti itu. Buktinya aku justru merasa ingin prakondisi ini diperpanjang. Kenangan indah yang tercipta di sini begitu kompleks dan tak kan terlupakan.

Hari 1-2 – Halo Teman-Teman Baru! Halo Bapak-Bapak TNI!
Pemberangkatan kami masih diliputi rasa risau. Masih terlihat keragu-raguan di wajah teman-teman, terutama teman-temanku yang kukenal selama kuliah, teman dari Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2010. Mereka adalah Yana, Dina, Norma, dan Prisma. Ada juga beberapa kakak kelas dari angkatan 2009, Mas Toni T., Mas Nur Fatoni, Mas Aji Ismail, Mas Nurrudin Aji, Pak Wo, dan Mbak Fifi. Ada satu lagi dari PBSI UNNES yang ikut program ini, Mas Malik dari angkatan 2007.

 

Bersama Teman-Teman Peserta Prakondisi SM-3T Angkatan V Mapel Bahasa Indonesia 

Aku sudah tak terkejut dengan jalan dari Semarang ke Bandungan karena aku sudah biasa bolak-balik ke sana ketika PPL (praktik mengajar yang dilakukan mahasiswa kependidikan) dulu aku ditempatkan di SMPN 1 Ambarawa. Ternyata Hotel Kusma adalah hotel yang biasa kulalui dulu. Ketika suatu hari aku berangkat ke sekolah PPL, temanku menyeletuk, “Bagaimana kalau kita menginap di hotel ini selama PPL?” Ia mengatakan dengan nada bercanda, akupun menimpali, “Gila, semalam saja sudah mahal, apalagi selama PPL? Uang dari mana menginap di hotel? Sudah, syukuri saja rumah yang sudah kita sewa selama PPL.”
Aku tak menyangka dua tahun kemudian aku bisa menginap di hotel itu dengan gratis, fasilitas lengkap, dan pelayanan prima selama dua minggu. Aku tak perlu menyapu ruangan, sudah ada petugas kebersihan. Walaupun kamarku selama 2 minggu lebih mirip kos-kosan karena pakaian yang tergeletak di mana-mana. Tak perlu mencuci, sudah ada petugas laundry. Makanan? Wah, 3 kali sehari dan 4 sehat 5 sempurna. Beruntung sekali prakondisi dilakukan di tempat seperti ini!
Kamar 706, kamar yang strategis, berada di satu kompleks (dari 3 kompleks) yang berbentuk angkare. Di deretan tengah adalah kamar laki-laki, kemudian dua deretan pinggirnya adalah deretan kamar para gadis. Mushola terletak di belakang kamarku ini. Kamar ini mempertemukan lima manusia unik dengan kepribadiannya masing-masing. Trio BK (Bimbingan dan Konseling) dan senior PBSI yang tak kalah unik.
 
 Bersama Teman-Teman Sekamar Prakondisi

Senior yang berada di kamarku tergolong seorang introvert sepertiku, sehingga ia seakan memiliki dunianya sendiri ketika waktu senggang. Mas Malik adalah mahasiswa bahasa Indonesia sepertiku yang juga menyukai musik, sehingga ia turut antusias ketika mendengarkan musik-musik ciptaanku. Ia memberi komentar positif yang membuat semangatku bertambah untuk bermusik. Misalnya, “Lagunya asyik,” atau “Karakter suaramu seperti vokalis Wayang yang dulu, ya?” Kesukaannya pada musik membuatnya mendengarkan musik melalui headset dengan suara yang luar biasa keras, bahkan ketika pagi hari saat semuanya tidur, suara musik dari headset itu bisa terdengar. Di balik diamnya, ia adalah orang yang memiliki banyak pengetahuan, ia selalu membaca artikel dari internet yang membuatnya bisa berbicara tentang apapun. Lucunya, ia justru menjadi yang sering di-bully oleh teman sekamar ataupun teman sejurusan ketika sesi materi. Misalnya ia tak akan mendengar suara apa pun ketika mendengarkan lagu lewat headset, sehingga ketika teman-teman ataupun aku sendiri meneriakinya ia tak akan mendengar dan tak bergeming dari dunia-nya. Atau malah lagu yang ia senandungkan dengan suara keras (ia tak sadar ketika ia bersenandung suaranya terdengar keras oleh orang lain) dijadikan bahan tebak lagu oleh teman sekamar. Memang kamar ini diisi oleh orang gila semua.
Trio BK yang pertama adalah Doni. Ia tipe orang yang tak bisa diam. Ia adalah penghangat suasana. Selalu bertingkah konyol dan mencari perhatian, terutama dari kaum hawa karena ia juga seorang jomlo. Sifatnya itu membuat suasana tak sepi, ada saja kekonyolan yang ia perbuat. Jargon yang selalu ia katakan adalah, “Aku adalah orang yang punya otak, tapi tak punya pikiran.” Konyol. Sifatnya ini membuat Mas Toni tak bisa tinggal diam, ia selalu menceramahinya untuk tak berlebihan. Lalu di akhir-akhir prakondisi ia justru terlihat akrab dengan Mas Toni, Doni mengatakan kalau berbicara dengan Mas Toni bisa membuat hati tenang. Tetap saja, Doni adalah seorang yang ingin mengungkapkan apa yang ia rasakan secara langsung, selalu menggoda wanita, dan tak bisa diam. Namun ketika ia galau, itu terlihat secara langsung. Ia bisa berjalan-jalan sendiri di waktu malam, makan sendiri, itu ketia ia galau. Orang yang tak kalah unik.
Andi, trio BK yang kedua. Seorang gitaris handal yang juga memiliki musikalitas cukup tinggi, hanya saja logatnya terdengar lucu ketika menyanyi, terutama bahasa Inggris, namun ia bisa menyanyi dengan suara dua. Satu-satunya yang telah memiliki pasangan di kamar 706. Si tinggi ini cukup memiliki minat dalam jejepangan. Kamar 706 memang memiliki minat dalam jejepangan, namun kadarnya berbeda-beda. Momen tergila ketika bersama Andi adalah ketika aku, Ikhwan, dan Andi bernyanyi bersama ala siaran radio di dua malam terakhir prakondisi. Ikhwan sebagai penyiar dan bernyanyi suara satu. Aku mengiringi dengan gitar. Sedangkan Andi mengisi suara dua. Ketika lagu “Musnah” dari Andra and the Backbone, di jeda sebelum reff, Andi melompat dari kursi ke pekarangan. Benar-benar ala rocker yang melompat dari panggung. Malam itu benar-benar mengesankan, bergitar ria sampai pukul 00.00 lebih, sambil mengganggu pasangan yang sedang pacaran, sekaligus menghibur jiwa-jiwa yang lelah selama prakondisi.
Ikhwan, dia yang termuda di kamar namun terlihat paling dewasa. Dari kata-katanya, bisa kutebak ia adalah anak organisasi yang dulu aktif dalam kepengurusan kampus. Ia terlihat yang paling serius dan paling normal dari trio BK yang ada di kamar 706. Ia juga gemar membaca. Kegilaannya mulai nampak di akhir-akhir prakondisi. Seperti ketika ia mengolok-olok Mas Malik yang ketahuan bahwa ia adalah mantan aktivis rohis dan nasyid. Ikhwan menyanyi “Balonku ada Lima” namun dengan nada nasyid. Hal itu membuat Mas Malik geregetan. Bersama dengan mereka adalah momen-momen yang berkesan dalam babak hidupku.
Selain bertemu dengan teman-teman baru, pada hari pertama kami juga juga berkenalan dengan para TNI. Mereka adalah instruktur yang diperintahkan melatih mental para peserta SM-3T angkatan V. Pada malam pertama diisi dengan motivasi dari Pak Eko, salah satu instruktur yang menurutku adalah favorit peserta. Ia mematahkan pandangan bahwa para anggota TNI orangnya galak. Ia justru seorang yang humoris dengan banyak kekonyolan ketika menyampaikan materi, misalnya, “Kita itu semuanya kaya, iya, kaya kuek,” Dengan logat Jawa Tegal, ia membuat seisi ruangan tertawa.
Ia juga memberi semacam motivasi. Ketika seisi ruangan diredupkan dan ia bercerita tentang perjuangan ayah dan ibu. Ini motivasi yang biasa kudengar ketika ikut pramuka dulu, atau ketika sebelum ujian nasional. Namun inilah momen yang bisa membuatku menangis. Dulu aku tak terlalu merasakan kesedihan ketika mengikuti motivasi karena dulu aku adalah siswa badung yang sering bolos sekolah dan tak memikirkan apapun tentang kehidupan. Namun aku sudah selangkah di depan, aku tak bisa lagi seperti itu, aku tak bisa bersikap kekanak-kanakan. Ini saatnya aku berjuang, demi orang tua dan demi diriku sendiri.
Hari kedua diisi dengan latihan kerjasama tim. Kami, 337 peserta SM-3T dibagi secara acak ke dalam beberapa tim berisi kurang lebih 10 orang. Kami saling berlomba dalam beberapa pos, seperti pos menyalurkan air lewat pipa, mengisi gentong yang berlubang banyak, melewati tembok, pos teka-teki, melintasi seutas tali, melintasi jembatan darurat, dan permainan lain. Lomba memang mencari pemenang. Kelompokku sempat mencari kemenangan terlalu keras sehingga melupakan faktor keamanan, ada anggota yang terkilir maupun berdarah. Kami mendapat hukuman dari instruktur untuk tiarap beberapa menit dan merenungi kesalahan kami. Kami pun menyadari bahwa kemenangan bukanlah segala-galanya, ada yang lebih penting yang ingin diajarkan kepada kami, kebersamaan.

Hari 3-8 – Belajar Mengajar ala 3T
Hakikat pembelajaran di SM-3T adalah mengajar dalam keterbatasan. Sumber belajar yang terbatas, fasilitas mengajar yang kurang, juga media yang tak tersedia. Tetapi kita justru lupa potensi terbesar di daerah terpencil, alam. Kita bisa menggunakan alam sebagai media, sumber belajar dan fasilitas yang langsung diberikan oleh Tuhan. Misalnya untuk membuat puisi, tidak perlu memberikan tayangan melalui LCD, cukup mengajak siswa keluar kelas, memandang alam sekitar yang luas, gunung-gunung yang menjulang, birunya langit, serta segarnya udara yang belum terkotori oleh polusi. Alam memberi banyak inspirasi untuk membuat kata-kata dalam puisi.
Dalam sesi peer teaching, kebetulan sekali aku mendapat bagian maju. Tidak semua peserta maju karena alasan waktu, sehingga peserta yang maju untuk praktik mengajar diacak. Aku berdoa untuk tak maju karena aku belum siap mengajar, apalagi kelas yang akan diajar adalah kelas rangkap, dengan kata lain mengajar dua kelas sekaligus dengan materi yang berbeda. Tetapi Tuhan memberiku kesempatan untuk maju berlatih mengajar. Aku mengajar dengan materi seadanya, hasilnya aku mendapat banyak kritik. Salah satunya adalah tentang suara yang kurang keras, apalagi ini adalah dua kelas yang besar. Kritik-kritik seperti ini sangat membangun, apalagi untukku yang merupakan fresh graduate yang belum mempunyai banyak pengalaman.
Ketika sesi praktik mengajar, ada cerita yang cukup lucu terkait dengan teman sekamarku, Mas Malik. Pendamping peer teaching kelas kami ternyata adalah mahasiswa bahasa Indonesia UNNES angkatan 2008, dengan kata lain adik kelas Mas Malik. Dulu Mas Malik ikut HIMA dan pasti ikut dalam orientasi siswa baru, ia menjadi senior dari pendamping yang akan menilai performa mengajar kelas kami. Kebetulan hari itu Mas Malik juga mendapat kesempatan maju praktik mengajar. Performa Mas Malik cukup bagus, hanya saja ia terlihat sedikit grogi dan selalu membenarkan poninya. Hal itu mendapat sorotan dari pendamping kami, apalagi ketika membahas poni, seisi kelas tertawa. Entah bagaimana perasaan Mas Malik. Namun lucunya, ketika sesi selesai, di luar kelas pendamping kami menghampiri Mas Malik dan mengucapkan maaf atas perlakuannya tadi pada Mas Malik. Ada-ada saja hal yang dialami seniorku satu itu.


Hari 9-12 – Cinta Sebatas Patok Tenda
… Akankah cintaku sebatas patok tenda
Tenda terbongkar sayonara cinta….
Begitulah penggalan lirik lagu Cinta Sebatas Patok Tenda yang diajarkan ketika sesi materi UKS dan kepramukaan. Banyak teman yang galau karena akan meninggalkan kekasihnya. Ada juga yang galau karena tak punya kekasih. Ada juga yang galau menanti kepastian karena cinta lokasi di bumi prakondisi. Materi pramuka ini memberi perasaan nostalgia untukku karena vakum mengikuti kepramukaan sejak kuliah. Kemudian lagu ini juga menambah kegalauan para peserta, termasuk untukku pribadi. Aku sempat berniat mencari belahan jiwa di acara ini, namun memang acara ini terlalu singkat.
Ada sedikit kecemburuan diantara kamar 706 dan kamar lainnya, terutama kamar wanita. Tiap malam, kadang aku bermain gitar dan bernyanyi bersama teman-teman. Karena kamar yang strategis, kami dapat melihat pemandangan beberapa kamar wanita yang di depannya telah terisi beberapa pasangan putra dan putri. CINLOK! Beberapa jomlo di kamar 706 pasti merasa ini kurang adil! Mengapa kami tak mendapatkan cinta juga? Apa salah kami? Mungkin itulah curahan hati para jomlo akut ini.
Aku bukan tanpa usaha. Aku sempat menanyakan kepada teman KKN-ku yang kebetulan satu kelas denganku. Karena aku lumayan akrab dengannya, aku bisa bertanya tentang kenalannya yang sekelas denganku. Namun, aku terkena ranjau. Ranjau dalam hal ini adalah ia sudah mempunyai kekasih, bahkan tunangan. Itu bukan hanya satu, namun ada juga teman yang kutaksir, namun ia sudah bercincin, bertunangan! RANJAU!
Aku tak menyerah, strategiku adalah mengajak bicara secara pribadi, dari percakapan itu aku bisa menilai bagaimana sifatnya. Lalu atas pengalamanku menjalin kasih dengan wanita di masa lalu, aku bisa menentukan bagaimana apabila aku bersama dengannya berdasarkan kecocokan sifatku dengannya. Ketika sifatnya cocok dengan kriteriaku, aku mulai beraksi. Aku pun memulai aksiku. Namun, namun, namun… Ada saja tembok besar yang menghadang!
Pada era modern seperti sekarang, HP sangat diperlukan untuk memperlancar proses pendekatan. Mulai dari ngobrol yang bisa lebih intensif, telepon-teleponan, sampai mengajak ketemuan dan kencan. Ketika aku akan memulai aksiku (PDKT), si kucrut yang tak bisa diam, Doni, beraksi di kamar. Ia yang tak bisa diam mulai mengayunkan tangan kecilnya, ke sana dan ke sini, hingga menyentuh HP-ku yang sedang diisi ulang. HP pun melayang. Aku melongo. Pyar! HP-ku jatuh dan berserakan. Saat temanku mengaktifkannya, HP-ku tak bisa digerakkan, touchscreen-nya rusak! MANTAP!
Doni memang orang yang bertanggung jawab, ia mau mencarikan tempat servis HP. Tetapi bukan itu masalahnya. Bagaimana dengan PDKT-ku? Akhirnya aku tak melanjutkan misi ini, tanpa HP, hanya dengan pendekatan manual, PDKT tak akan maksimal. Apalagi HP-ku selesai diservis ketika prakondisi hampir selesai. Ya sudahlah. Tak apa. Jodoh pasti bertemu. Semua akan indah pada waktunya. Hanya saja, kapan? Wallahu a’lam….

Hari 13-15 – Bertahan Hidup, Bertahan Menjalani Kesendirian, Berlari, namun tak Lari dari Kenyataan
Kegiatan yang berkaitan dengan pembelajaran di kelas sudah selesai. Materi dikembalikan kepada TNI. Pelatihan bertahan hidup pun dimulai. Survival adalah materi yang menjadi ciri khas TNI, dalam bahasa Indonesia disebut ketahanmalangan. Kami diajarkan bagaimana berburu hewan melalui perangkap, mengenali tanaman yang bisa dimakan dan tak bisa dimakan, dan mencari air dalam tanah dengan kawat serta arah mata angin melalui bintang.
Mungkin hal yang paling menarik adalah ketika TNI memberi contoh cara menyembelih berbagai hewan, mulai dari kelinci, biawak, katak, serta ular. Itulah pertama kali aku merasakan daging ular. Tidak ada rasanya, karena cara memasak kami yang asal-asalan. Kami hanya menyate ular dan kelinci, membakar ubi dan jagung, sebisa kami. Meletakkannya dalam bara api. Memberi bumbu hanya dengan kecap untuk ular dan kelinci. Rasa yang didapat pun aneh. Tak heran banyak diantara kami kelaparan karena siang hari kami tak mendapat makan, kami diharuskan memakan dari hasil bakaran sendiri. Ketika malam hari, kami balas dendam dengan makan sebanyak-banyaknya makanan dari hotel. Kadang sebagai manusia kita memang lupa bersyukur atas nikmat makanan yang didapat setiap hari.
Bertahan hidup sukses diajarkan TNI. Lalu bagaimana dengan kesendirian? Pastinya aku juga harus bertahan hingga saatnya tiba nanti. Bersabar. Terburu-buru hanya akan mengulang siklus PDKT-jadian-putus-PDKT seperti yang kualami beberapa kali. Jika aku tak ingin sakit hati lagi, aku harus menemukan pendamping yang tepat. Mungkin tak di prakondisi, mungkin di penempatanku nanti. Entahlah. Tuhan pasti memberiku yang terbaik.
Aku tak boleh lari dari kenyataan lagi. Semua harus kujalani. Perlahan, dengan tenang, menuju tujuan yang kini kuemban, mencerdaskan bangsa. Aku menemukan kata-kata mutiara ketika membuka twitter beberapa waktu yang lalu. Sejauh apapun kita bertugas, kita tetap sedekat di Indonesia. Terkait penempatanku, aku ditempatkan di Belu, Nusa Tenggara Timur. Kabupaten ini berbatasan darat langsung dengan Timor Leste. Kabarnya tempat ini adalah tempat kering dan ada beberapa daerah yang belum mendapat listrik. Kita lihat saja bagaimana kenyataannya. Besok aku akan terbang ke tempat bertugasku itu. Dari Bandara Ahmad Yani, Semarang, menuju Jakarta, lalu Kupang. Setelah jalur udara, dilanjutkan naik bis sampai ke Belu. Seperti apa gerangan kau Belu? Satu hal yang pasti, aku tak akan lari lagi!

0 komentar:

Posting Komentar

 

Bayu's Secret Room © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates