#SatuTahunyangLalu
#CuplikanNovelMenembusBatasku
(Pengalaman Prakondisi SM-3T)
18 Agustus 2015
Romansa Singkat Bersama Para
Sahabat
Dua minggu prakondisi telah
berlalu. Hotel Kusma Bandungan masih menyisakan romansanya yang singkat. Dua
minggu seakan tak cukup untuk membuat berbagai kenangan manis selama prakondisi.
Prakondisi adalah acara yang diadakan untuk melatih kesiapan peserta SM-3T
dalam melaksanakan tugasnya di daerah terpencil nanti. Untuk SM-3T Unnes
angkatan V, prakondisi dilaksanakan pada tanggal 3-17 Agustus 2015 di Hotel
Kusma, Kawasan Wisata Bandungan, Semarang.
Sebelumnya aku telah mencari info
di internet tentang acara ini di tahun sebelumnya. Banyak yang bercerita dan
mereka mengungkapkan bahwa acara ini cukup menantang. Mereka diharuskan
mengikuti kegiatan di barak TNI, makan minum ala TNI yang harus habis dalam
waktu yang singkat. Berbagai kegiatan yang keras juga mereka ceritakan dalam
blog mereka. Aku sempat merasa risau, tetapi aku harus terus melangkah ke
depan!
Kenyataan yang kudapat tidak
sepenuhnya sama dengan apa yang kubaca di internet. Prakondisi memang mempunyai
beberapa hal yang cukup berat, namun tidak semuanya seperti itu. Buktinya aku
justru merasa ingin prakondisi ini diperpanjang. Kenangan indah yang tercipta
di sini begitu kompleks dan tak kan terlupakan.
Hari
1-2 – Halo Teman-Teman Baru! Halo Bapak-Bapak TNI!
Pemberangkatan kami masih diliputi
rasa risau. Masih terlihat keragu-raguan di wajah teman-teman, terutama
teman-temanku yang kukenal selama kuliah, teman dari Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia angkatan 2010. Mereka adalah Yana, Dina, Norma, dan Prisma. Ada
juga beberapa kakak kelas dari angkatan 2009, Mas Toni T., Mas Nur Fatoni, Mas
Aji Ismail, Mas Nurrudin Aji, Pak Wo, dan Mbak Fifi. Ada satu lagi dari PBSI UNNES
yang ikut program ini, Mas Malik dari angkatan 2007.
Bersama Teman-Teman Peserta Prakondisi SM-3T Angkatan V Mapel Bahasa Indonesia
Aku sudah tak terkejut dengan jalan
dari Semarang ke Bandungan karena aku sudah biasa bolak-balik ke sana ketika
PPL (praktik mengajar yang dilakukan mahasiswa kependidikan) dulu aku
ditempatkan di SMPN 1 Ambarawa. Ternyata Hotel Kusma adalah hotel yang biasa
kulalui dulu. Ketika suatu hari aku berangkat ke sekolah PPL, temanku
menyeletuk, “Bagaimana kalau kita menginap di hotel ini selama PPL?” Ia
mengatakan dengan nada bercanda, akupun menimpali, “Gila, semalam saja sudah
mahal, apalagi selama PPL? Uang dari mana menginap di hotel? Sudah, syukuri
saja rumah yang sudah kita sewa selama PPL.”
Aku tak menyangka dua tahun
kemudian aku bisa menginap di hotel itu dengan gratis, fasilitas lengkap, dan
pelayanan prima selama dua minggu. Aku tak perlu menyapu ruangan, sudah ada
petugas kebersihan. Walaupun kamarku selama 2 minggu lebih mirip kos-kosan
karena pakaian yang tergeletak di mana-mana. Tak perlu mencuci, sudah ada
petugas laundry. Makanan? Wah, 3 kali
sehari dan 4 sehat 5 sempurna. Beruntung sekali prakondisi dilakukan di tempat
seperti ini!
Kamar 706, kamar yang strategis,
berada di satu kompleks (dari 3 kompleks) yang berbentuk angkare. Di deretan
tengah adalah kamar laki-laki, kemudian dua deretan pinggirnya adalah deretan
kamar para gadis. Mushola terletak di belakang kamarku ini. Kamar ini
mempertemukan lima manusia unik dengan kepribadiannya masing-masing. Trio BK (Bimbingan
dan Konseling) dan senior PBSI yang tak kalah unik.
Bersama Teman-Teman Sekamar Prakondisi
Senior yang berada di kamarku
tergolong seorang introvert sepertiku, sehingga ia seakan memiliki dunianya sendiri
ketika waktu senggang. Mas Malik adalah mahasiswa bahasa Indonesia sepertiku
yang juga menyukai musik, sehingga ia turut antusias ketika mendengarkan
musik-musik ciptaanku. Ia memberi komentar positif yang membuat semangatku
bertambah untuk bermusik. Misalnya, “Lagunya asyik,” atau “Karakter suaramu
seperti vokalis Wayang yang dulu, ya?” Kesukaannya pada musik membuatnya
mendengarkan musik melalui headset dengan
suara yang luar biasa keras, bahkan ketika pagi hari saat semuanya tidur, suara
musik dari headset itu bisa
terdengar. Di balik diamnya, ia adalah orang yang memiliki banyak pengetahuan,
ia selalu membaca artikel dari internet yang membuatnya bisa berbicara tentang
apapun. Lucunya, ia justru menjadi yang sering di-bully oleh teman sekamar ataupun teman sejurusan ketika sesi
materi. Misalnya ia tak akan mendengar suara apa pun ketika mendengarkan lagu
lewat headset, sehingga ketika
teman-teman ataupun aku sendiri meneriakinya ia tak akan mendengar dan tak
bergeming dari dunia-nya. Atau malah
lagu yang ia senandungkan dengan suara keras (ia tak sadar ketika ia
bersenandung suaranya terdengar keras oleh orang lain) dijadikan bahan tebak
lagu oleh teman sekamar. Memang kamar ini diisi oleh orang gila semua.
Trio BK yang pertama adalah Doni.
Ia tipe orang yang tak bisa diam. Ia adalah penghangat suasana. Selalu
bertingkah konyol dan mencari perhatian, terutama dari kaum hawa karena ia juga
seorang jomlo. Sifatnya itu membuat suasana tak sepi, ada saja kekonyolan yang
ia perbuat. Jargon yang selalu ia katakan adalah, “Aku adalah orang yang punya
otak, tapi tak punya pikiran.” Konyol. Sifatnya ini membuat Mas Toni tak bisa
tinggal diam, ia selalu menceramahinya untuk tak berlebihan. Lalu di
akhir-akhir prakondisi ia justru terlihat akrab dengan Mas Toni, Doni
mengatakan kalau berbicara dengan Mas Toni bisa membuat hati tenang. Tetap
saja, Doni adalah seorang yang ingin mengungkapkan apa yang ia rasakan secara
langsung, selalu menggoda wanita, dan tak bisa diam. Namun ketika ia galau, itu
terlihat secara langsung. Ia bisa berjalan-jalan sendiri di waktu malam, makan
sendiri, itu ketia ia galau. Orang yang tak kalah unik.
Andi, trio BK yang kedua. Seorang
gitaris handal yang juga memiliki musikalitas cukup tinggi, hanya saja logatnya
terdengar lucu ketika menyanyi, terutama bahasa Inggris, namun ia bisa menyanyi
dengan suara dua. Satu-satunya yang telah memiliki pasangan di kamar 706. Si
tinggi ini cukup memiliki minat dalam jejepangan.
Kamar 706 memang memiliki minat dalam jejepangan,
namun kadarnya berbeda-beda. Momen tergila ketika bersama Andi adalah ketika aku,
Ikhwan, dan Andi bernyanyi bersama ala siaran radio di dua malam terakhir
prakondisi. Ikhwan sebagai penyiar dan bernyanyi suara satu. Aku mengiringi
dengan gitar. Sedangkan Andi mengisi suara dua. Ketika lagu “Musnah” dari Andra and the Backbone, di jeda sebelum
reff, Andi melompat dari kursi ke pekarangan. Benar-benar ala rocker yang
melompat dari panggung. Malam itu benar-benar mengesankan, bergitar ria sampai
pukul 00.00 lebih, sambil mengganggu pasangan yang sedang pacaran, sekaligus
menghibur jiwa-jiwa yang lelah selama prakondisi.
Ikhwan, dia yang termuda di kamar
namun terlihat paling dewasa. Dari kata-katanya, bisa kutebak ia adalah anak
organisasi yang dulu aktif dalam kepengurusan kampus. Ia terlihat yang paling
serius dan paling normal dari trio BK yang ada di kamar 706. Ia juga gemar
membaca. Kegilaannya mulai nampak di akhir-akhir prakondisi. Seperti ketika ia
mengolok-olok Mas Malik yang ketahuan bahwa ia adalah mantan aktivis rohis dan
nasyid. Ikhwan menyanyi “Balonku ada Lima” namun dengan nada nasyid. Hal itu
membuat Mas Malik geregetan. Bersama dengan mereka adalah momen-momen yang
berkesan dalam babak hidupku.
Selain bertemu dengan teman-teman
baru, pada hari pertama kami juga juga berkenalan dengan para TNI. Mereka
adalah instruktur yang diperintahkan melatih mental para peserta SM-3T angkatan
V. Pada malam pertama diisi dengan motivasi dari Pak Eko, salah satu instruktur
yang menurutku adalah favorit peserta. Ia mematahkan pandangan bahwa para
anggota TNI orangnya galak. Ia justru seorang yang humoris dengan banyak
kekonyolan ketika menyampaikan materi, misalnya, “Kita itu semuanya kaya, iya, kaya kuek,” Dengan logat Jawa Tegal, ia membuat seisi ruangan
tertawa.
Ia juga memberi semacam motivasi.
Ketika seisi ruangan diredupkan dan ia bercerita tentang perjuangan ayah dan
ibu. Ini motivasi yang biasa kudengar ketika ikut pramuka dulu, atau ketika
sebelum ujian nasional. Namun inilah momen yang bisa membuatku menangis. Dulu
aku tak terlalu merasakan kesedihan ketika mengikuti motivasi karena dulu aku
adalah siswa badung yang sering bolos sekolah dan tak memikirkan apapun tentang
kehidupan. Namun aku sudah selangkah di depan, aku tak bisa lagi seperti itu,
aku tak bisa bersikap kekanak-kanakan. Ini saatnya aku berjuang, demi orang tua
dan demi diriku sendiri.
Hari kedua diisi dengan latihan kerjasama
tim. Kami, 337 peserta SM-3T dibagi secara acak ke dalam beberapa tim berisi
kurang lebih 10 orang. Kami saling berlomba dalam beberapa pos, seperti pos
menyalurkan air lewat pipa, mengisi gentong yang berlubang banyak, melewati
tembok, pos teka-teki, melintasi seutas tali, melintasi jembatan darurat, dan
permainan lain. Lomba memang mencari pemenang. Kelompokku sempat mencari
kemenangan terlalu keras sehingga melupakan faktor keamanan, ada anggota yang
terkilir maupun berdarah. Kami mendapat hukuman dari instruktur untuk tiarap
beberapa menit dan merenungi kesalahan kami. Kami pun menyadari bahwa
kemenangan bukanlah segala-galanya, ada yang lebih penting yang ingin diajarkan
kepada kami, kebersamaan.
Hari
3-8 – Belajar Mengajar ala 3T
Hakikat pembelajaran di SM-3T
adalah mengajar dalam keterbatasan. Sumber belajar yang terbatas, fasilitas
mengajar yang kurang, juga media yang tak tersedia. Tetapi kita justru lupa
potensi terbesar di daerah terpencil, alam. Kita bisa menggunakan alam sebagai
media, sumber belajar dan fasilitas yang langsung diberikan oleh Tuhan.
Misalnya untuk membuat puisi, tidak perlu memberikan tayangan melalui LCD,
cukup mengajak siswa keluar kelas, memandang alam sekitar yang luas,
gunung-gunung yang menjulang, birunya langit, serta segarnya udara yang belum
terkotori oleh polusi. Alam memberi banyak inspirasi untuk membuat kata-kata
dalam puisi.
Dalam sesi peer teaching, kebetulan sekali aku mendapat bagian maju. Tidak
semua peserta maju karena alasan waktu, sehingga peserta yang maju untuk
praktik mengajar diacak. Aku berdoa untuk tak maju karena aku belum siap
mengajar, apalagi kelas yang akan diajar adalah kelas rangkap, dengan kata lain
mengajar dua kelas sekaligus dengan materi yang berbeda. Tetapi Tuhan memberiku
kesempatan untuk maju berlatih mengajar. Aku mengajar dengan materi seadanya,
hasilnya aku mendapat banyak kritik. Salah satunya adalah tentang suara yang
kurang keras, apalagi ini adalah dua kelas yang besar. Kritik-kritik seperti
ini sangat membangun, apalagi untukku yang merupakan fresh graduate yang belum mempunyai banyak pengalaman.
Ketika sesi praktik mengajar, ada
cerita yang cukup lucu terkait dengan teman sekamarku, Mas Malik. Pendamping peer teaching kelas kami ternyata adalah
mahasiswa bahasa Indonesia UNNES angkatan 2008, dengan kata lain adik kelas Mas
Malik. Dulu Mas Malik ikut HIMA dan pasti ikut dalam orientasi siswa baru, ia
menjadi senior dari pendamping yang akan menilai performa mengajar kelas kami. Kebetulan
hari itu Mas Malik juga mendapat kesempatan maju praktik mengajar. Performa Mas
Malik cukup bagus, hanya saja ia terlihat sedikit grogi dan selalu membenarkan
poninya. Hal itu mendapat sorotan dari pendamping kami, apalagi ketika membahas
poni, seisi kelas tertawa. Entah bagaimana perasaan Mas Malik. Namun lucunya,
ketika sesi selesai, di luar kelas pendamping kami menghampiri Mas Malik dan
mengucapkan maaf atas perlakuannya tadi pada Mas Malik. Ada-ada saja hal yang
dialami seniorku satu itu.
Hari
9-12 – Cinta Sebatas Patok Tenda
…
Akankah cintaku sebatas patok tenda
Tenda
terbongkar sayonara cinta….
Begitulah penggalan lirik lagu
Cinta Sebatas Patok Tenda yang diajarkan ketika sesi materi UKS dan
kepramukaan. Banyak teman yang galau karena akan meninggalkan kekasihnya. Ada
juga yang galau karena tak punya kekasih. Ada juga yang galau menanti kepastian
karena cinta lokasi di bumi prakondisi. Materi pramuka ini memberi perasaan
nostalgia untukku karena vakum mengikuti kepramukaan sejak kuliah. Kemudian
lagu ini juga menambah kegalauan para peserta, termasuk untukku pribadi. Aku
sempat berniat mencari belahan jiwa di acara ini, namun memang acara ini
terlalu singkat.
Ada sedikit kecemburuan diantara
kamar 706 dan kamar lainnya, terutama kamar wanita. Tiap malam, kadang aku
bermain gitar dan bernyanyi bersama teman-teman. Karena kamar yang strategis, kami
dapat melihat pemandangan beberapa kamar wanita yang di depannya telah terisi
beberapa pasangan putra dan putri. CINLOK! Beberapa jomlo di kamar 706 pasti
merasa ini kurang adil! Mengapa kami tak mendapatkan cinta juga? Apa salah
kami? Mungkin itulah curahan hati para jomlo akut ini.
Aku bukan tanpa usaha. Aku sempat
menanyakan kepada teman KKN-ku yang kebetulan satu kelas denganku. Karena aku
lumayan akrab dengannya, aku bisa bertanya tentang kenalannya yang sekelas
denganku. Namun, aku terkena ranjau. Ranjau dalam hal ini adalah ia sudah
mempunyai kekasih, bahkan tunangan. Itu bukan hanya satu, namun ada juga teman
yang kutaksir, namun ia sudah bercincin, bertunangan! RANJAU!
Aku tak menyerah, strategiku adalah
mengajak bicara secara pribadi, dari percakapan itu aku bisa menilai bagaimana
sifatnya. Lalu atas pengalamanku menjalin kasih dengan wanita di masa lalu, aku
bisa menentukan bagaimana apabila aku bersama dengannya berdasarkan kecocokan
sifatku dengannya. Ketika sifatnya cocok dengan kriteriaku, aku mulai beraksi.
Aku pun memulai aksiku. Namun, namun, namun… Ada saja tembok besar yang
menghadang!
Pada era modern seperti sekarang,
HP sangat diperlukan untuk memperlancar proses pendekatan. Mulai dari ngobrol
yang bisa lebih intensif, telepon-teleponan, sampai mengajak ketemuan dan
kencan. Ketika aku akan memulai aksiku (PDKT), si kucrut yang tak bisa diam,
Doni, beraksi di kamar. Ia yang tak bisa diam mulai mengayunkan tangan
kecilnya, ke sana dan ke sini, hingga menyentuh HP-ku yang sedang diisi ulang. HP
pun melayang. Aku melongo. Pyar! HP-ku jatuh dan berserakan. Saat temanku
mengaktifkannya, HP-ku tak bisa digerakkan, touchscreen-nya
rusak! MANTAP!
Doni memang orang yang bertanggung
jawab, ia mau mencarikan tempat servis HP. Tetapi bukan itu masalahnya.
Bagaimana dengan PDKT-ku? Akhirnya aku tak melanjutkan misi ini, tanpa HP,
hanya dengan pendekatan manual, PDKT tak akan maksimal. Apalagi HP-ku selesai
diservis ketika prakondisi hampir selesai. Ya sudahlah. Tak apa. Jodoh pasti
bertemu. Semua akan indah pada waktunya. Hanya saja, kapan? Wallahu a’lam….
Hari
13-15 – Bertahan Hidup, Bertahan Menjalani Kesendirian, Berlari, namun tak Lari
dari Kenyataan
Kegiatan yang berkaitan dengan
pembelajaran di kelas sudah selesai. Materi dikembalikan kepada TNI. Pelatihan
bertahan hidup pun dimulai. Survival
adalah materi yang menjadi ciri khas TNI, dalam bahasa Indonesia disebut
ketahanmalangan. Kami diajarkan bagaimana berburu hewan melalui perangkap,
mengenali tanaman yang bisa dimakan dan tak bisa dimakan, dan mencari air dalam
tanah dengan kawat serta arah mata angin melalui bintang.
Mungkin hal yang paling menarik
adalah ketika TNI memberi contoh cara menyembelih berbagai hewan, mulai dari
kelinci, biawak, katak, serta ular. Itulah pertama kali aku merasakan daging
ular. Tidak ada rasanya, karena cara memasak kami yang asal-asalan. Kami hanya
menyate ular dan kelinci, membakar ubi dan jagung, sebisa kami. Meletakkannya
dalam bara api. Memberi bumbu hanya dengan kecap untuk ular dan kelinci. Rasa
yang didapat pun aneh. Tak heran banyak diantara kami kelaparan karena siang
hari kami tak mendapat makan, kami diharuskan memakan dari hasil bakaran
sendiri. Ketika malam hari, kami balas dendam dengan makan sebanyak-banyaknya
makanan dari hotel. Kadang sebagai manusia kita memang lupa bersyukur atas
nikmat makanan yang didapat setiap hari.
Bertahan hidup sukses diajarkan
TNI. Lalu bagaimana dengan kesendirian? Pastinya aku juga harus bertahan hingga
saatnya tiba nanti. Bersabar. Terburu-buru hanya akan mengulang siklus
PDKT-jadian-putus-PDKT seperti yang kualami beberapa kali. Jika aku tak ingin
sakit hati lagi, aku harus menemukan pendamping yang tepat. Mungkin tak di
prakondisi, mungkin di penempatanku nanti. Entahlah. Tuhan pasti memberiku yang
terbaik.
Aku tak boleh lari dari kenyataan
lagi. Semua harus kujalani. Perlahan, dengan tenang, menuju tujuan yang kini
kuemban, mencerdaskan bangsa. Aku menemukan kata-kata mutiara ketika membuka
twitter beberapa waktu yang lalu. Sejauh apapun kita bertugas, kita tetap
sedekat di Indonesia. Terkait penempatanku, aku ditempatkan di Belu, Nusa
Tenggara Timur. Kabupaten ini berbatasan darat langsung dengan Timor Leste. Kabarnya
tempat ini adalah tempat kering dan ada beberapa daerah yang belum mendapat
listrik. Kita lihat saja bagaimana kenyataannya. Besok aku akan terbang ke
tempat bertugasku itu. Dari Bandara Ahmad Yani, Semarang, menuju Jakarta, lalu
Kupang. Setelah jalur udara, dilanjutkan naik bis sampai ke Belu. Seperti apa
gerangan kau Belu? Satu hal yang pasti, aku tak akan lari lagi!



0 komentar:
Posting Komentar