Sabtu, 08 Oktober 2016

(Inspirasi) ~ Who Am I?



Who Am I?

 (Image Source: http://65.media.tumblr.com/cf578a9fd43c3662c309021a2dbf0bfa/tumblr_ntpj1uaJHu1tbn8ygo1_1280.jpg)

Saat ini aku sedang mendengarkan album kompilasi Unpretty Rapstar 2. Album ini berisi beberapa lagu dari kompetisi para rapper wanita di Korea sana. Para rapper, baik dari idol sampai underground rapper saling berkompetisi memperebutkan lagu yang menjadi pengisi album ini. Aku sudah mengikuti reality show ini dari season pertama sampai tahun ini menginjak season ketiga. 

 Ji Yeon (4minute), salah satu kontestan Unpretty Rapstar 2 yang 
penampilan awalnya sangat lemah, namun selalu meningkat di 
tiap episode. 
(Image Source: https://i.ytimg.com/vi/gFKOv3g6XIU/maxresdefault.jpg)

Satu hal yang menarik, saat putaran final, peserta diberi misi untuk membawakan lagu mereka sendiri dengan tema Who Am I. Menurutku justru lagu-lagu di putaran final ini lebih bagus daripada lagu-lagu yang menjadi track di album kompilasinya. Para rapper mengeksplorasi lirik yang dipadukan dengan musik dengan gaya mereka masing-masing. Hasil dari pencarian jati diri mereka dijadikan satu lagu yang cukup mendalam. Lagu favoritku adalah dari Ji Yeon (4minute) berjudul This ain’t me dan lagu dari Moon Sua yang berjudul Who Am I?
Tentu saja tak hanya para artis atau pekerja seni yang perlu mendalami dirinya sendiri. Para rapper di atas membuat lagu yang indah dan mendalam karena pencarian jati dirinya, begitu juga dengan kehidupan kita, dengan mencari tahu jati diri kita, kita dapat berkarya dengan lebih baik karena telah mengetahui jawaban dari berbagai pertanyaan seperti untuk apa aku dilahirkan, untuk apa aku hidup, demi siapa aku berjuang, dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.

Karena Orang Lain Begini, Aku Juga Begini
Ada satu perasaan unik yang kita rasakan ketika membuka jejaring sosial. Selain kita senang dapat mengetahui bagaimana keadaan teman-teman kita, ada juga perasaan yang membuat kita tergelitik dengan perkataan kapan aku bisa seperti mereka? Ketika melihat orang lain memposting foto-foto pernikahan mereka, kita langsung tergelitik aku harus cepat-cepat menikah. Ketika melihat teman kita memposting pokemon langka hasil tangkapan mereka, kita langsung tergelitik aku harus punya pokemon yang seperti mereka punyai. Ketika teman kita memposting prestasi di tempat kerja mereka, kita tergelitik kapan aku bisa seperti dia


  
Njih Mbah.... Syarate nikah pancen ngoten.... Haha.... 
(Image Source: http://1.bp.blogspot.com/-Bk1iKsuMTjI/UxCtzyUq4BI/AAAAAAAAAfo/6n_tlc2z9Rs/w426-h568/14+-+1)  



Sebenarnya ada hal positif di balik rasa tergelitik itu, kita jadi termotivasi. Namun, apa memang kita harus seperti mereka? Mereka menikah dan memposting hari bahagia mereka karena mereka telah menemukan belahan hati mereka dan merasa siap baik dari segi lahir maupun batin. Kalau kita belum merasa yakin dengan orang yang ada di samping kita, atau kita masih menyandang status pengangguran berprestasi, apakah kita akan memaksakan diri menikah di kondisi kita saat ini? Lagipula, ada tipe orang yang ingin bebas melakukan sesuatu, ingin menggapai mimpi dulu, atau banyak alasan lain yang membuatnya menunda pernikahan.
Kalau memang bukan pecinta anime atau game, apa kita akan main game Pokemon Go hanya karena sedang tren saat ini? Bertindak seolah-olah tahu tentang pokemon hanya karena sesuatu yang sedang hot saat ini.
Kalau ada yang terjun ke jurang, kita akan ikut ke jurang?

Tokoh yang ada di dalam Diri Kita
Dari kecil, kita sudah disuguhi banyak tokoh yang mempengaruhi diri kita. Mulai dari orang terdekat yang membesarkan kita, ayah dan ibu. Kemudian orang terdekat lain seperti kakak dan sahabat. Selain itu, tokoh kartun favorit kita juga turut mempengaruhi diri kita. Pernah kan kalian membayangkan diri kalian sebagai salah satu tokoh kartun favorit. Misalnya penggemar sepak bola ingin seperti Tsubasa Ozora, gitaris ingin seperti Tanaka Yukio di kartun Beck. 

Kupu kupu kupu.... Hayo, masih ingat lagunya, haha.... 
(Image Source: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj0XNxhVTk6Rr68k8Jxmngw4UPzZkLjVe6qz2PDAODtBnu5ZdzpAD1vmr5noTz3IuNYLEPtMBOfAe0VmgSnzjhlRGhksK3mUxzIQRaNrHFqTYHp1HMZITaNnLxf0YZsQ-6TsVIEZKXr7Uc/s1600/Saizen__Shinsen-Subs_Captain_Tsubasa_Road_to_2002_-_31_DVD-2C7D336D.mkv_snapshot_15.14_2011.07.17_20.04.18.png


Menginjak bangku sekolah, kita disuguhi banyak karakter guru. Masuk ke dunia sastra, banyak tokoh di novel. Begitu juga di dunia hiburan, banyak idola dari luar dan dalam negeri yang kita gandrungi. Dengan banyaknya tokoh yang mempengaruhi diri kita, sedikit demi sediki mereka menjadi pecahan karakter dalam diri kita. Berapa persen dirimu yang seperti ayahmu, berapa persen sifat ayahmu yang ada dalam dirimu, berapa persen guru favoritmu yang mempengaruhi tindakanmu, berapa persen tokoh anime menjadi tolok ukur pemikiranmu, apakah kau meneladani sifat salah satu nabi dalam ajaran agamamu?
Kemudian tanyakan lagi pada dirimu, ketika kau berkelakuan seperti mereka, apakah itu dirimu sendiri?

Apa yang Sedang Kulakukan?
Penentuan jati diri memberikan kita pilihan, karena dunia memberi kita banyak pilihan. Sejak SMA, kita disuruh untuk memilih jurusan. Begitu juga saat kuliah. Kita juga memilih pekerjaan setelah lulus dari kuliah. Apakah pilihan itu selalu tepat dan merepresentasikan diri kita? Belum tentu.
Ada siswa yang ingin masuk ke jurusan IPA, namun karena nilainya dalam bidang IPA kurang, ia akhirnya masuk ke jurusan IPS. Ada seseorang yang sangat menyukai musik, namun ia kuliah dan mendalami sastra. Ada orang yang menekuni bidang seni lukis, namun ia berakhir menjadi seorang penjaga toko. Itulah masalahnya, hidup tak selalu seperti yang kita inginkan. Tak selalu hal yang menjadi kesukaan kita menjadi pilihan hidup kita juga. 



 Kalau ngga' bisa menjalani yang kamu sukai, 
sukai aja yang kamu jalani. 
Teorinya sih, haha.... 
(Image Source: https://pics.onsizzle.com/salah-jurusan-belum-tentu-salah-masa-de-pan-lucu-1367047.png)

Namun ada juga orang yang dengan bijak membagi urusan pekerjaan dan kesenangan, jadi ia tak harus bekerja di bidang yang ia sukai, namun ia meluangkan waktu untuk melakukan hal yang ia sukai. Masalah selanjutnya adalah tak semua orang bijak membagi urusan itu, atau paling tidak mereka tak memiliki waktu untuk itu.
Jadi masihkan kau berpikiran kalau seorang yang duduk tenang di belakang meja reparasi komputer pasti menyukai komputer?

Siapa Aku?
Jawabannya kompleks. Kau tak bisa menuliskan siapa dirimu hanya dalam satu halaman HVS, atau jika kau hanya menulis kurang dari itu, itu artinya kau belum mengenal dirimu secara mendalam. Bayangkan saja ketika kau melakukan sesi perkenalan di kelas, namun pasti tak banyak yang kau utarakan karena khawatir akan pandangan orang lain. Misalkan, beranikah kau melakukan sesi perkenalan dengan berkata perkenalkan aku xxx, umur xxx, aku berasal dari keluarga yang sangat miskin karena para koruptor yang mengambil uang kami, karena itu aku tidak ingin hidup lama, aku ingin semua ini hancur saja karena hidupku sudah hancur, kalau semua hancur aku dan koruptor bisa sama-sama hancur.
Bukankah nanti kau akan mendapat sorotan tajam dari teman-teman sekelasmu? Karena itu, banyak dari kita hanya berakting di depan orang lain agar dianggap normal. Apakah itu adalah diri kita ketika kita berakting? Atau karena dunia ini panggung sandiwara jadi kita diharuskan berakting? Penulis takjub banyak orang yang secara alami jenius dalam berakting dalam dunia atau panggung sandiwara ini, bahkan penulis yang mempelajari seni akting dalam satu semester saja masih kaku dalam berakting. 

Apa ngga' lelah akting terus? 
(Image Source: http://ehloo.com/wp-content/uploads/2015/12/Ekspresi-Kucing-Lucu-537x360.jpg

Kembali ke pertanyaan siapa aku, tak ada yang bisa menjawab kecuali dirimu sendiri. Tanyakan pada hatimu yang terdalam siapakah kau sebenarnya.
Kemudian ketika pertanyaan lain muncul, apakah aku harus menjadi diriku yang sebenarnya atau berakting ketika bersama orang lain, itu terserah para pembaca semua. 

0 komentar:

Posting Komentar

 

Bayu's Secret Room © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates