Jumat, 08 Juli 2016

(Pengalaman Seleksi SM-3T) ~ 12 Juli 2015 ~ Harus Bahagia atau tak Bahagia?

#Latepost
#SatuTahunyangLalu
#CuplikanNovelMenembusBatasku

(Pengalaman Seleksi SM-3T)



12 Juli 2015
Harus Bahagia atau tak Bahagia?

            Sehabis berbuka puasa dengan segelas Goodday Chocochino dan beberapa potong pisang goreng buatan sendiri, aku membuka laptop kesayanganku untuk melakukan apa yang selama ini ada di anganku ketika hari ini tiba. Hari ini adalah pengumuman seleksi wawancara program SM-3T yang merupakan seleksi tahap akhir setelah sebelumnya ada seleksi administrasi dan seleksi tes akademik secara online. Terkait dengan apa yang ada di anganku tadi, aku berangan-angan ingin menulis tentang apa saja yang aku alami dalam program ini andai aku lulus seleksi. Karena aku dinyatakan lulus, maka aku mulai menulis catatan-catatan ini, mulai dari hari ini.
            Lagu dari supercell yang berjudul The Bravery mengalun dari laptopku mengiringi tulisanku. Benar, aku adalah penggemar band-band Jepang dan segala yang berhubungan dengan Jepang tetapi memilih jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia sebagai tempatku menimba ilmu di bangku kuliah. Memang hidupku sudah penuh salah jurusan, termasuk pilihanku kali ini. Masa-masa kuliahku dipenuhi dengan bermain musik serta mencipta lagu dengan beberapa band dengan genre yang berbeda-beda. Kemudian setelah beberapa tahun berkecimpung sebagai rocker, aku mendaftar dalam sebuah program mengajar sebagai guru. Tapi kurasa aku sudah mulai terbiasa dengan salah jurusan ini.
            SM-3T adalah program pemerintah untuk para sarjana muda yang ingin mengabdikan dirinya di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal. Program ini sudah ada beberapa tahun lalu dan semasa kuliah pikiranku tentang program ini adalah, “Ini adalah program untuk orang yang berhati mulia, yang benar-benar perduli dengan bangsanya. Jadi, mana mungkin aku ikut?” Tahun lalu ada beberapa temanku yang juga ikut program ini, di benakku mereka adalah orang-orang hebat dan aku tak pernah berpikir sedikitpun untuk mengikuti jejak mereka.



 Kreasi Tulisan SM-3T oleh Peserta Prakondisi SM-3T UNNES Angkatan V
 
            Hingga hari menjelang kelulusan tiba, kembali aku melihat baliho besar berisi pendaftaran SM-3T ketika berjalan-jalan dan mencari jajanan di simpang tujuh UNNES dekat embung, tempat mahasiswa UNNES memadu kasih. Ketika itu aku bersama adikku dan aku melontarkan sebuah pertanyaan iseng, “Tuh, ikutan buat ngajar di pedalaman, prodimu ada, lho! Kalau aku, mah, nggak akan mungkin ikut begituan.” Pertanyaan super iseng, padahal adikku masih semester awal dan aku juga tak berminat mengikutinya. Akhirnya kutinggalkan baliho itu sambil menenteng jajanan untuk dimakan di kos.
            Hari terus berganti, kehidupanku sebagai pengangguran teladan berjalan sangat mulus. Tiap hari menonton anime (kartun animasi dari Jepang), film, drama, maupun live konser band-band favorit. Aku juga sudah berhenti dari band, karena kupikir pencapaianku hanya segini saja, artinya tidak bisa go nasional bahkan go international. Ketika telah sampai pada realita, bahwa aku tak bisa mencari uang hanya dari musik, aku berhenti main band dan mulai memikirkan pekerjaan lain. Aku sudah mencari berbagai lowongan, tetapi sebagai calon sarjana pendidikan, sangat jarang yang menerimanya kecuali sebagai guru tentunya. Pencarian terus berlanjut, sambil menemani adikku yang masih aktif kuliah, sambil menunggu kelulusan, aku melakukan rutinitas yang menurutku menyenangkan itu, menonton apa yang bisa ditonton melalui laptop, hingga berubah dari menyenangkan menjadi membosankan.
            Aku tidak bisa terus seperti ini.
           
Tahap Awal – Seleksi Administrasi
Begitulah. Akhirnya aku teringat tentang baliho dan iseng membuka situs pendaftaran SM-3T. Kemudian aku membaca info yang tertera sambil mengunduh anime, lalu aku malah keterusan mengunduh anime. Hari berganti dan kulihat pendaftaran SM-3T hampir ditutup, terlintas di benakku, “Nggak ada salahnya, kan, mendaftar? Paling juga nggak keterima.” Kuingat waktu itu sekitar pukul satu pagi, saat para downloader memaksimalkan kuota malam, aku terbangun sejenak dari tidurku dan mau melanjutkan rutinitas mengunduh anime. Iseng kubuka situs pendaftaran SM-3T, kemudian aku mulai mengisi biodata diri. Hingga disuruh mengunggah foto dengan background biru. Kusuruh adikku mengedit, karena tidak selesai, kuedit sendiri foto itu dengan bantuan google, “Cara mengubah latar belakang foto.” Foto beres. Tapi apalagi ini? Upload ijazah? Aku ‘kan belum wisuda? Ah! SKL. Kebetulan aku sudah mengurus SKL, jadi masalah ini teratasi. Lalu, apalagi ini, transkrip nilai! Ah! Di SBVT kan ada daftar nilainya, mungkin bisa dipakai. Aku pun melengkapi kolom isian dengan menggampangkan. Dalam hatiku, “Ah, paling juga nggak lulus.”
            Hari wisuda pun tiba. Kini aku sudah resmi menjadi pengangguran setelah sebelumnya menjadi pengangguran terselubung. Tak enak rasanya, kalau bertemu orang sudah tak ada alasan lagi tentang, “Apa yang sedang kamu lakukan?” Kalau sebelumnya aku masih bisa berkilah, “Menunggu wisuda.” Aku mulai ditawari pekerjaan oleh orangtuaku, tapi aku bersikeras ingin mencari sendiri.
Hingga di hari pengumuman seleksi tahap administrasi SM-3T tiba. Aku menunggu adikku yang sedang kuliah, sambil hotspot-an, ditemani nyamuk-nyamuk nakal yang dengan senang hati mencumbu diri karena saat itu magrib dan gelap di kampus. Adikku tiba dan saat itu pula aku membuka pengumuman. Tanpa kuduga aku lolos tahap ini, padahal aku mengisi data dengan seadanya, artinya tanpa ijazah dan transkrip nilai. Dalam benakku, “Apa yang harus kulakukan?” Atau dalam bahasa Jawa keren-nya, “Terus aku kudu piye?

Tahap Tes Akademik
Tahap kedua adalah tes seleksi akademik secara online. Pada tahap ini, aku harus melengkapi berkas seperti fotokopi ijazah dan transkrip nilai yang sudah dilegalisasi. Aku mengurusnya di kampus dan secara kebetulan bertemu dengan rekan sebandku, Yusuf, bersama dengan dua teman serombelnya, Prisma dan Wawan. Ternyata Prisma dan Wawan juga mengikuti seleksi SM-3T. Aku bersyukur ada teman yang aku kenal dalam seleksi ini.
Dalam tes akademik, ada beberapa macam tes, diantaranya tes potensi akademik, tes kemampuan dasar, dan tes materi prodi. Aku belajar hanya untuk tes yang terakhir, karena banyak materi kuliah yang aku lupa. Aku berusaha untuk serius, karena bila telah mencapai tahap ini, tidak ada alasan bagiku untuk setengah hati mengikuti seleksi ini. Aku mendengar kabar kalau banyak peserta yang tidak lolos tahap awal, termasuk orang yang aku hormati, temanku semasa KKN, Agus. Dia kupandang sebagai orang yang sangat cocok untuk program ini. Ia lihai dalam memimpin selama KKN dulu serta memiliki semangat yang tinggi. Kalau aku tak serius mengikuti tes ini, aku akan menyakiti hati orang-orang seperti dia. Oleh karena itu, aku berusaha mencari alasan untukku mengikuti program ini, aku berusaha mencari niat, agar tak ada istilah setengah hati.
Aku masih muda, kurasa hidupku hanya seperti ini saja. Aku harus berpetualang. Dunia ini luas!  
Itu alasan pertamaku. Membayangkan diriku menjelajahi pelosok Indonesia. Sebelum ini aku bahkan tak berniat seperti itu, tak sedikit pun. Tetapi ketika aku telah memasuki tahap ini, kurasa inilah waktunya! Di program ini aku bisa jalan-jalan gratis, bahkan di bayar, untuk menelusuri tempat-tempat indah di Indonesia yang belum banyak terjamah tangan kotor manusia. Mungkin ini adalah kesempatanku berjalan-jalan di negeri sendiri, sebelum selanjutnya jalan-jalan ke luar negeri, seperti ke Jepang. Itu destinasi selanjutnya!

Aku muak dengan negara ini. Aku harus berbuat sesuatu untuk merubah negara yang sudah busuk ini, walau hanya hal kecil.
Kerjaanku hanya mengeluh selama ini. Protes dengan keadaan bangsa dengan banyaknya koruptor, kemiskinan, kemerosotan moral, dan masalah kompleks lain. Pada suatu titik, aku merenung, apa yang sudah kulakukan? Apa aku hanya bisa mengeluh? Tidak! Aku masih muda, aku masih bisa mengubah negeri ini. Karena aku adalah sarjana pendidikan, lewat jalan inilah aku bisa membangun negeriku, mengajar. Dengan program SM-3T, pemerataan pendidikan bisa diatasi.

Dua alasan utama itulah yang mendorongku untuk menyelesaikan proses seleksi ini dengan serius. Aku melaksanakan tes online di kampus adikku, gedung D-10, lab matematika, UNNES. Sudah kuduga kalau aku dipanggil masuk terakhir karena aku mendaftar di hari-hari terakhir sebelum penutupan.
Tes potensi akademik sangat menyenangkan! Soal-soalnya seperti teka-teki, seperti pada soal mencari pola pada urutan bilangan. Ini mengingatkanku pada beberapa serial detektif. Tapi aku keasyikan mengerjakan soal hingga tak sadar kehabisan waktu. Tak apalah, hanya sedikit pertanyaan yang terlewat. Tes kemampuan dasar cukup bisa kukerjakan karena aku sudah terbiasa mengerjakan soal bahasa Inggris, aku dulu jagoan bahasa Inggris di SMA, tetapi lagi-lagi aku salah jurusan dan masuk pada prodi bahasa Indonesia. Tes prodi juga bisa kulahap habis walau beberapa nomor aku kurang yakin menjawab dengan benar.
Pengumuman pun tiba. Aku masih berpikiran, “Apa yang harus kulakukan kalau aku lolos?” Masih, “Nek aku lolos, aku kudu piye?” Sekitar pukul satu, lagi, aku buka lewat HP dan, lolos. Aku kembali berpikiran, “Aku kudu piye?” Lalu aku meyakinkan diriku, “Mungkin ini memang jalanku.”

Tes Wawancara
Hari pertama tes wawancara tiba. Aku melihat banyak orang dari berbagai daerah. Orang yang pertama kutemui berasal dari Malang. “Niat juga orang ini,” kataku dalam hati. Dibandingkan denganku, aku memang beasal dari UNNES, sehingga karena tes wawancara ini diadakan di UNNES, aku tak terlalu pusing untuk mencari penginapan dan sebagainya karena sewa kosku masih. Hari pertama dilalui dengan pengarahan bagaimana tes dilaksanakan, yaitu satu penguji menguji 8-10 calon. Hari itu juga diputarkan film tentang SM-3T angkatan pertama, bagaimana mereka menjalani hidup dari sulitnya medan, hingga sekolah yang tak dibangun dengan layak. Selain itu ada berbagai masalah lain, misalnya sulitnya komunikasi lewat ponsel karena sinyal sulit didapat, ada juga siswa yang harus dijemput untuk sampai ke sekolah, hingga ada beberapa peserta yang gugur dalam menjalankan tugasnya karena terseret arus sungai saat hendak mengajar.
Di sinilah ujian sebenarnya menurutku. Ketika kita takut dengan situasi seperti itu, maka kita pasti tak akan mengikuti wawancara hari kedua. Aku pribadi, walau ada perasaan sedikit takut, tetapi aku banyak tertantang. Aku ingin menaklukkan setahun di tempat pengabdian dengan tanpa cela. Kematian yang ditayangkan juga merupakan kecelakaan saja, menurutku, sedangkan kecelakaan bisa terjadi di mana saja, bukan hanya di situ. Aku salut dengan beliau yang gugur, ia mati syahid dalam perjuangan mencerdaskan anak bangsa.
Hari kedua, aku bertemu banyak teman sejurusan, diantaranya Wawan dan Prisma yang dulu kutemui saat mengurus persyaratan, kemudian ada juga teman seangkatan lain seperti Yana dan Dina. Beberapa kakak kelas juga ada, bahkan adik kelas juga ada beberapa, diantaranya Nuryeni yang duduk di dekatku saat wisuda lalu. Ada juga teman semasa SMA seperti A’an dan Heri BS.
Kami berbincang sejenak sambil menunggu sesi kami, sesi 2. Beberapa teman menyiapkan dokumen. Bagian ini juga butuh perjuangan, sih. Banyak dokumen seperti surat keterangan bebas narkoba yang harus diurus di puskesmas, bayar 55 ribu rupiah. Kemudian Surat keterangan sehat yang juga diurus di puskesmas, bayar 5 ribu. SKCK, total mungkin ada 50 ribu karena aku membuat 2 jenis, polres dan polsek, padahal yang diperlukan hanya satu, yaitu polres. Surat-surat pernyataan lain yang diberi materai juga harus disiapkan.
Pada pelaksanaan wawancara, aku menjawab sebisanya, beberapa pertanyaan berkaitan dengan permasalahan yang ada pada film di hari pertama dan bagaimana mengatasinya. Ada juga pertanyaan mengenai prestasi. Aku menemukan perhatian dari penguji ketika aku menceritakan tentang karirku sebagai penulis yang menulis beberapa karya, walau kurang begitu laris dalam hal penjualan. Beliau bertanya tentang bagaimana karir menulisku kalau aku diterima, aku justru berkata kalau ini sekaligus sebagai survei lapangan, pengalamanku selama mengabdi di pedalaman bisa kubuat menjadi karya baru, dengan nafas baru tentunya.
Pengumuman hasil tes wawancara maju sehari, dari tanggal 13 Juli menjadi hari ini, 12 Juli. Aku sempat berdebar melihat hasil dari tes ini, walau tak tahu harus bahagia atau tidak setelah melihat pengumuman. Di rumah aku mendapatkan sinyal yang jelek, sehingga ketika membuka pengumuman selalu gagal. Kemudian kebetulan hari ini aku bersama ayah dan adik berjalan-jalan mencari baju baru untuk lebaran di kecamatan seberang. Di sana aku mendapat sinyal yang bagus dan kubuka pengumuman itu. Aku bernafas lega ketika mendapati tulisan lolos, walau masih sedikit perasaan, “Aku kudu piye?” Walau masih sedikit gamang, “Apakah aku harus bahagia atau tak bahagia?”
Aku memberi saran pada diriku sendiri, seperti saran yang telah lalu untuk kejadian-kejadian lalu, “Jalani saja….”
Aku pun menyiapkan berbagai hal untuk prakondisi bulan depan, 2 – 17 Agustus 2015. Persiapan fisik, mental, dan materi. Semoga ceritaku selanjutnya masih panjang dan asyik, tak hanya asyik di awal. Amin…. 

0 komentar:

Posting Komentar

 

Bayu's Secret Room © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates