Seiring
kegiatan mengajar dan banyak kejadian tak terduga di akhir tahun 2018, semakin
tak ada waktu bagi saya untuk menulis karya. Namun, waktu-waktu luang masih saya
gunakan untuk membaca beberapa karya dari beberapa penulis, baik yang karyanya
sudah saya kenal maupun belum. Saya pikir ada baiknya saya menceritakan sedikit
tentang buku-buku yang sudah saya baca, barangkali ada di antara para pembaca
yang sedang mencari bacaan untuk hiburan, walau tentu saja tulisan ini murni
dari sudut pandang sendiri.
Ziarah
(Iwan Simatupang)
Sudah
mulai saya baca mulai saat masih di Bandung. Seorang kawan pernah berkata, “Bahasanya
susah, Bay.” Dan benar, ditunjang dengan isinya yang sangat absurd membuat saya
membutuhkan waktu yang sangat lama untuk menamatkannya walau bukunya relatif
tipis. Bercerita tentang seorang pelukis yang ditinggal mati istrinya hingga ia
menjadi seorang pengapur makam.
Keabsurdan
Ziarah bukan merupakan hiasan, namun
mengisi seluruh rangkaian cerita. Misalnya bagian di mana sang pelukis
memutuskan untuk bunuh diri dengan melompat dari gedung tinggi, namun usahanya
gagal karena ia menjatuhi seorang perempuan. Peristiwa yang disaksikan banyak
orang, termasuk polisi, mengharuskan pelukis untuk menikahi perempuan itu.
Logika yang sangat absurd, namun justru ini kekuatan dari buku ini.
Bagi
yang mencari buku untuk sekadar hiburan ringan, silahkan jauhi buku ini. Namun,
bila ingin mengetahui salah satu sastra yang mempengaruhi sejarah sastra di
Indonesia, buku ini patut dibaca.
Nilai menurut saya: 3,5/5
Yang
Fana adalah Waktu (Sapardi Djoko Damono)
Penutup trilogi novel Hujan
Bulan Juni ini cukuplah sebagai pengobat rasa penasaran tentang karya yang
diangkat dari puisi dan bahkan sudah difilmkan ini. Saya masih tetap
beranggapan urutan karya ini dari yang terbaik adalah puisi, film, lantas
novel. Bukan berarti novel ini jelek, namun saya merasa karya ini agak
dipaksakan untuk menjadi novel. Kalau saya boleh berpikir nakal, bila saja
Sapardi adalah penulis pemula, novel-novelnya tak akan disentuh penerbit karena
terhalang jumlah halaman yang terlampau sedikit.
Cerita yang berpusat pada romansa Sarwono dan Pingkan
yang gaya pacarannya nyastra sekali,
hingga teman saya yang dari jurusan eksak berkata kalau ia tak paham baik
cerita maupun puisi-puisi di dalamnya, menjadi alur utama ketiga novel yang
telah terbit ini. Saya menyukai romance,
namun semakin banyak buku yang saya baca, saya mulai lebih tertarik pada romance yang disisipkan pada garis besar
kisah lain. Saya mulai tidak menyukai karya-karya yang murni romance, layaknya buku ini.
Sekali lagi, bukan berarti buku ini tidak bagus. Bagi
pecinta cinta-cintaan, buku novel, puisi, apalagi filmnya (karena ada
Pingkan-nya), karya ini sangat direkomendasikan. Apalagi kalau menikmatinya
bersama pasangan, bagi yang punya, sih.
Nilai menurut saya:
2/5
Buku
Latihan Tidur (Joko Pinurbo)
Buku kumpulan puisi yang cukup menggelitik. Berisi
puisi-puisi ringan yang cocok untuk pengantar tidur, walau kalau dikaji bisa
memakan waktu cukup lama. Ukurannya yang juga ringan sangat cocok untuk dibawa
berpergian. Buku ini pernah saya bawa ke Telaga Dringo waktu saya sedang
membuat sebuah video dan sensasinya pas sekali. Isinya? Kalau cuplikannya bisa
kalian lihat di gambar, secara keseluruhan puisinya juga bertipe sama seperti
itu, seakan ringan, namun menyentil.
Nilai menurut saya:
4/5
Arah
Langkah (Fiersa Besari)
“Mas belum tahu Fiersa Besari,” tanya temanku yang
berasal dari Makassar, “Masa’, sih?” Pertanyaan itu menggelitikku untuk membeli
salah satu buku di tumpukan best seller
Gramedia. Saya mengenal Fiersa sebagai youtuber pendaki gunung yang teknik
pengambilan gambar, editing, dan
narasinya bagus. Dari situ saya mulai mengenal juga beliau sebagai seorang
pemusik dengan karya-karya pop easy
listening dan lirik-lirik magis.
Lalu bagaimana dengan tulisan atau novelnya? Untuk novel
ini saya rasa cukup bagus karena gaya penceritaan sudut pandang orang
pertamanya membuat kita menjadi dekat dengan cerita, seakan mengalami sendiri tiap
kejadian di novel. Kekuatan novel ini adalah cerita tentang lokasi-lokasi baru,
bagi penulis, ketika menyelesaikan misinya untuk menjelajah Indonesia, mulai
dari Sumatera, Sulawesi, dan mungkin daerah-derah lainnya di sekuelnya.
Saya sangat paham mengapa novel-novel beliau sekarang
laris di pasaran. Bahasa yang mudah diikuti namun tetap berasa nyastra membuat karya beliau dapat
dinikmati oleh orang awam, maksud saya bukan dengan background sastra, sekali pun. Namun, bagi saya pribadi, saya lebih
suka pada video dan musik beliau.
Nilai menurut saya:
3/5
Kembali
(Saya Sendiri)
Nah, akhirnya kalian paham mengapa saya membuat tulisan
sepanjang ini. Dalam hati, kalian pasti berkata, “Ternyata promosi terselubung.”
Tidak! Sama sekali tidak, tidak salah! Saya membaca ulang karya saya yang
dipublikasikan lewat aplikasi wattpad ini
karena saat saya iseng-iseng membuka akun saya setelah sekian lama, ternyata
ada feedback lumayan positif, dalam
arti ternyata karya saya ini ada yang membaca, memberi bintang, dan ada yang
berkomentar (walau hanya sedikit, namun percayalah itu sangat berarti bagi
penulis pemula seperti saya).
Saya teringat perkataan seorang gitaris dari band Jepang
yang saya lupa namanya, “Kalau mau menilai bagus tidaknya lagu yang kita buat,
tinggalkan lagu itu sejenak, kalau lagu itu masih bagus setelah beberapa lama
kau tinggalkan, itu berarti lagu itu memang bagus.” Nah, saya mencoba
mengaplikasikannya pada novel yang sudah lama tidak saya buka akunnya ini.
Ternyata saat saya baca ulang, saya berkata dalam hati, “Kok saya pernah
menulis cerita sekompleks ini?”
Bercerita tentang seorang penulis yang pulang ke kampung
halamannya setelah sekian lama, namun ia malah disuguhi dengan kematian
berruntun di desanya. Sebagai seorang penulis novel thriller, ia malah tertantang menguak cerita sebenarnya dari desa
kelahirannya itu. Kalau kalian menikmati cerita berbau misteri, novel online ini saya rekomendasikan (ya iya,
lah, saya penulisnya). Dapat kalian baca secara gratis di aplikasi wattpad, dengan nama akun kurniabayu92, namun kuotanya tetap
kalian yang bayar.
Nilai menurut saya:
saya serahkan kepada kalian semua.
Selain buku-buku di atas, ada juga yang sedang saya baca,
atau bahkan saya tinggalkan karena saya lelah membacanya. Mungkin di kesempatan
berikutnya saya akan menulis buku-buku yang tidak tamat saya baca, beserta
alasannya mengapa saya sampai mutung.
Lalu, kapan saya menulis lagi? Wallahualam.




